Friday, 21 October 2011

Kurus Bukan Jaminan Bebas Diabetes

kurusKurus Bukan Jaminan Bebas Diabetes - Salah satu faktor risiko diabetes melitus (DM) adalah kegemukan. Namun tidak berarti bahwa tubuh kurus benar-benar bebas risiko, sebab yang terpenting adalah komposisi lemak tubuh.

Ketua Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia, Dr. dr. Aris Wibudi, Sp.PD., KEMD membenarkan hal itu di acara bincang media dengan tema 'Nutrisi Seimbang untuk Cegah dan Atasi Diabetes', di Jakarta. Menurutnya, tubuh yang sehat adalah tubuh yang berotot.

"Makin banyak otot semakin baik, karena otot memberi pertahanan pada tubuh terhadap gangguan-gangguan metabolisme," ungkap Dr. Aris yang juga berdinas di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

Ia mencontohkan, salah seorang temannya memiliki badan kurus, sangat takut makan dan menjalankan diet dengan sangat ketat. Meski demikian kadar gula darahnya tetap tinggi, karena dia jarang berolah raga. Orang itu kurus, tetapi tidak ada ototnya.

Karena yang dilihat adalah komposisi lemak, maka berat badan kadang tidak bisa menjadi patokan. Berat badan tinggi tidak masalah asal tidak berlebihan, dan memiliki lebih banyak otot daripada lemak.

"Sebagai contoh, berat badan Ade Rai tentu lebih tinggi dibanding saya. Tetapi saya punya ransel seperti ini, dia tidak punya," tambah Dr. Aris, sambil memegangi lemak di pinggang yang disebutnya 'ransel'.

Lingkar pinggang memang menunjukkan faktor risiko DM. Jika seorang pria memiliki lingkar pinggang di atas 90 cm, atau wanita memiliki lingkar pinggang di atas 85 cm, maka risikonya lebih tinggi untuk terkena DM.

Sedangkan untuk menghilangkan lemak, caranya cukup sederhana dan bisa dilakukan kapan saja. Berjalan kaki sebanyak 1.000 langkah setiap hari menurutnya sudah cukup untuk mengurangi risiko DM.

Memang tidak semua langkah bisa dihitung sebagai olahraga. Head of Division Nutrifood Research Center, Susana, STP, M.Sc., PDEng menilai, jalan-jalan di mall tidak termasuk olah raga karena terlalu santai.

"Jalan-jalan di mall itu terlalu santai. Sebentar-sebentar berhenti, toleh sana toleh sini. Yang seperti itu tidak efektif untuk menghilangkan lemak," kata Susana.

Sementara jika menggunakan treadmill, target denyut nadi permenit bisa dihitung dengan rumus: (220-umur)X 65%. Misalnya jika umurnya 55 tahun, maka perhitungannya adalah: (220-55) X 65% = 107,25/menit. Bisa juga dipermudah menjadi 107 hingga 108 per menit.

Untuk mencapai target tersebut, tidak boleh lebih dari 45 menit dalam satu hari. Patokannya jika saat treadmill sampai tidak bisa diajak ngobrol karena napasnya tersengal, maka itu berarti berlebihan. Demikian juga bila masih bisa bernyanyi dengan merdu, itu artinya masih kurang.(detikhealth)

0 comments:

Post a Comment